Selasa, 13 Maret 2012

Maka, Inilah Hari itu...

Kawanku….
Masih kah tertancap dalam ingatanmu?
Tentang masa yang kelak akan tiba
Saat bumi  terus menua dan memberi sinyal kehancuran
Atap yang ditinggikan membawa kabut yang sangat kelam
Saat gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya
Manusia bagaikan laron yang beterbangan
Semua pasang mata terbelalak ketakutan
 Saat ibu melupakan anak dalam buaiannya
Saat ayah tidak lagi peduli pada putra kebanggaannya
Dan tidak ada lagi kawan setia yang saling memperdulikan
Setiap orang bertanya dalam rasa yang dirasuki takut;
Inikah hari yang telah dijanjikan?

Wahai kawanku,
desah nafas masih Allah titipkan padamu,
bukankah dulu kau sudah bersaksi bahwa tiada yang selainNya
bukankah kita dicipta untuk menjadi khalifah
pemakmur bumi dan bukan justru menjadi penumpah darah

dan kini….
keindahan fatamorgana membawamu pada sekat waktu yang terus berlalu
telingamu seolah tersumbat, tuli mendengar seruan
matamu seolah buta, terus bertahan dalam kemaksiatan
hatimu menggantung sejuta angan yang terus alpa untuk bersujud
namun, kau masih saja merasa nyaman, merasa aman,
tak peduli akan semua saksi yang kini bisu,
berjalan diantara derap waktu yang tidak pernah menunggu.

Tapi bukankah kita telah menginsyafkan;
bahwa pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggung jawaban


Kawan, sudah siapkah kau menghadapi hari itu?
Padang putih berwarna kemerah-merahan
Matahari menjadi sejengkal dari kepala
Membuat penantian begitu panjang karena terik yang menyakitkan
Saat tidak ada lagi tempat bernaung yang kau banggakan di dunia
Tidak ada lagi kecantikan yang dulu membuatmu enggan untuk tunduk walau sedetik saja
Tak ada lagi nilai tinggi yang bisa kau pamerkan pada semua
Tak seorangpun sanggup lepas dari genggaman, seberapa kuat pun ia menghadang
Saat para pencinta merasa menyesal telah mencintai orang yang salah
Saat mulut terkatup lalu tangan dan kaki memberi kesaksiannya
Hiruk pikuk manusia mengkhawatirkan dirinya
Lihatlah!
Ada yang nampak tenggelam oleh keringatnya
Tapi ada pula yang tenang dalam naunganNya.

Maka saat ini,
Sudahkah kau menemukan jiwa sudah penuh dengan amalan kebaikan
Sudahkan kau menghindari hati dari segala kedengkian
Sudahkah kau menepis segala noda atas fitnah dan maksiat yang terniatkan
Hingga kita yakin kelak kan menghadap-Nya dengan wajah putih berseri
Kembali kepadaNya sebagai jiwa yang tenang, jiwa yang dirindukan syurga

Atau,
Justru terus bertahan dalam segala kelalaian
Meletakkan dunia pada jiwa dan menghempaskan akhirat yang seolah tidak nyata
Memilih golongan kiri sebagai tempat terakhir
Bertemu yang Maha Kekal dengan wajah hitam muram
Lalu baru tersadar untuk menyesal
Menganggap hidupnya di dunia terlalu singkat untuk kebaikan
Lalu bergumam dalam cemas bercampur ketakutan,
“Ah, seandainya dulu aku menjadi tanah saja...”



hem,,, ini beberapa bait yang kubuat ukhtii
untuk KPM 180312...
entahlah ini bisa dibilang puisi ato tidak...
'afwan ukhti klo tdk sesuai harapan (-_- ")

_diposting setelah melalui proses acc di kak diena_



Tidak ada komentar:

Posting Komentar