Kawanku….
Masih
kah tertancap dalam ingatanmu?
Tentang
masa yang kelak akan tiba
Saat
bumi terus menua dan memberi sinyal kehancuran
Atap yang
ditinggikan membawa kabut yang sangat kelam
Saat
gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya
Manusia
bagaikan laron yang beterbangan
Saat ibu melupakan anak dalam buaiannya
Saat ayah tidak lagi peduli pada putra kebanggaannya
Dan tidak ada lagi kawan setia yang saling memperdulikan
Setiap orang bertanya dalam rasa yang dirasuki takut;
Inikah
hari yang telah dijanjikan?
Wahai
kawanku,
desah
nafas masih Allah titipkan padamu,
bukankah
dulu kau sudah bersaksi bahwa tiada yang selainNya
bukankah kita dicipta untuk menjadi khalifah
pemakmur bumi dan bukan justru menjadi penumpah darah
dan
kini….
keindahan
fatamorgana membawamu pada sekat waktu yang terus berlalu
telingamu
seolah tersumbat, tuli mendengar seruan
matamu
seolah buta, terus bertahan dalam kemaksiatan
hatimu
menggantung sejuta angan yang terus alpa untuk bersujud
namun,
kau masih saja merasa nyaman, merasa aman,
tak
peduli akan semua saksi yang kini bisu,
berjalan diantara derap waktu yang tidak pernah menunggu.
Tapi bukankah kita telah menginsyafkan;
bahwa
pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggung jawaban
Kawan, sudah
siapkah kau menghadapi hari itu?
Padang
putih berwarna kemerah-merahan
Matahari
menjadi sejengkal dari kepala
Membuat
penantian begitu panjang karena terik yang menyakitkan
Saat
tidak ada lagi tempat bernaung yang kau banggakan di dunia
Tidak
ada lagi kecantikan yang dulu membuatmu enggan untuk tunduk walau sedetik saja
Tak ada
lagi nilai tinggi yang bisa kau pamerkan pada semua
Tak
seorangpun sanggup lepas dari genggaman, seberapa kuat pun ia menghadang
Saat para pencinta merasa menyesal telah mencintai orang
yang salah
Saat mulut terkatup lalu tangan dan kaki memberi kesaksiannya
Hiruk pikuk manusia mengkhawatirkan dirinya
Lihatlah!
Ada yang nampak tenggelam oleh keringatnya
Tapi ada pula yang tenang dalam naunganNya.
Maka saat ini,
Sudahkah
kau menemukan jiwa sudah penuh dengan amalan kebaikan
Sudahkan
kau menghindari hati dari segala kedengkian
Sudahkah
kau menepis segala noda atas fitnah dan maksiat yang terniatkan
Hingga
kita yakin kelak kan menghadap-Nya dengan wajah putih berseri
Kembali kepadaNya sebagai jiwa yang tenang, jiwa yang
dirindukan syurga
Atau,
Justru
terus bertahan dalam segala kelalaian
Meletakkan
dunia pada jiwa dan menghempaskan
akhirat yang seolah tidak nyata
Memilih
golongan kiri sebagai tempat terakhir
Bertemu
yang Maha Kekal dengan wajah hitam muram
Lalu baru tersadar untuk menyesal
Menganggap hidupnya di dunia terlalu singkat untuk
kebaikan
Lalu bergumam dalam cemas bercampur ketakutan,
“Ah, seandainya dulu aku menjadi tanah saja...”
hem,,, ini beberapa bait yang kubuat ukhtii
untuk KPM 180312...
entahlah ini bisa dibilang puisi ato tidak...
'afwan ukhti klo tdk sesuai harapan (-_- ")
_diposting setelah melalui proses acc di kak diena_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar